Notifikasi
Tidak ada notifikasi baru.

TEROR GUNUNG CIREMAI - AYU 2


Kami berjalan tanpa terburu-buru. Sesekali Adi berhenti untuk sekedar melongokkan kepalanya mengintip kawah Ciremai, mungkin bercandaku tadi membuatnya khawatir. Begitulah dia, selalu berlebihan menanggapi sesuatu. Buatku sendiri, pendakian gunung atau jalan-jalan ke pantai hanyalah sekedar olahraga, tak lebih dan tak kurang. Itulah sebabnya juga aku memilih jalur pendakian Linggarjati dibandingkan jalur lainnya. Treknya tak disangsikan lagi adalah yang terberat sejauh pengalamanku selama ini, mungkin itu sebabnya gunung ini sepi peminat. Sepanjang naik kemarin kami hanya berpapasan dengan tiga rombongan kecil.

Ketika menuruni bebatuan yang menuju Pengasinan kembali aku berdecak kagum, Ciremai sungguh permata, tak kalah sedikit pun dengan gunung-gunung lain di Jawa. Dan lihatlah jalur batu vertikal ini, tiap kali aku dipaksa untuk konsentrasi alih-alih menikmati pemandangan yang disuguhkan.

"Kalo gua bunting bisa langsung brojol kali ya?" Suaraku terdengar terengah-engah diantara nafasku.
"Ngomong dijaga sih," protes Adi padaku.
Aku menanggapinya dengan tertawa kecil.

Dan tibalah kami di Pengasinan, sebuah lahan lumayan luas yang ujungnya menjorok miring. Posisinya yang terbuka membuatnya rentan dihajar angin, itulah yang membuat kami memutuskan naik terus hingga ke puncak kemarin sore. Adi langsung membongkar peralatan memasak kami dan mengeluarkan sisa logistik, sementara aku langsung merebahkan diri berbantalkan ransel. Tubuhku rasanya berantakan.
"Lu kenapa? Kayak yang cape banget cuma turun segitu doang?" Tanya Adi sambil memasang gas ke sambungan kompor portable.
"Gua haid, Di?" jawabku pelan.
"Aduhhh! Jangan bilang lu ga bawa pembalut ya," balasnya.
"Tenang, bawa. Cuma kalo gini gua jadi gampang lemes aja," terangku.

Obrolan kami terputus karena kedatangan pendaki lain yang bergabung untuk meminjam kompor. Pendaki-pendaki itu masih semalam lagi disini tapi kompor yang dibawa malah mogok. Kubiarkan Adi beramah-tamah dengan mereka, aku lebih memilih memejamkan mata.

Membayangkan perjalanan turun nanti membuatku makin lemas. Dalam kantukku, berkali-kali aku gagal menghitung pos yang akan kami lewati: Sanggabuana, Batu Lingga, Bapa Tere, Kuburan kuda..

Baru terlelap sekejap, Adi sudah membangunkanku. Masakan sudah siap, katanya. Dengan setengah mengantuk kuhabiskan makanan yang disajikan di dalam nesting, sementara jatahnya sendiri sudah habis duluan. Selesai makan aku memperkenalkan diri pada pendaki yang tadi bergabung. Satu per satu mereka memperkenalkan namanya tapi aku tak terlalu memperhatikan.

Sambil tersenyum aku pun mengucapkan namaku.
"Ayu."
Catatan
Gabung dalam percakapan
Posting Komentar